Jumat, 30 Desember 2016

Propaganda Ekstrim dan Hoax Makin Marak, Bagaimana Menyikapinya?

Jakarta, NU Online
Media dalam berbagai platform atau kanal, baik media sosial maupun online saat ini semakin menjadi rujukan masyarakat luas di Indonesia. Tak sedikit pula yang selama ini menggunakan media sosial untuk menyebarkan hoax dan konten-konten kontroversial lain tanpa berusaha melakukan konfirmasi atau tabayyun.

Pembahasan tersebut mencuat dalam kegiatan Sarasehan Media dan Rembug Budaya yang diselenggarakan Lesbumi PBNU dan media-media NU, Kamis (29/12) di Gedung PBNU Jakarta. Kegiatan ini menghadirkan Agung Yudha (Twitter Indonesia), Savic Ali (NU Online dan Nutizen), Lalang (Kemkominfo), dan Tyovan Widagdo (CEO Bahaso).

Acara yang dihadiri oleh berbagai aktivis media dan organisasi ini memberikan penekanan kepada maraknya negativitas penggunaan media sosial untuk berbagai kepentingan, baik ideologis maupun politis. Persoalan ini membutuhkan pembudayaan media dan memediakan budaya secara baik bagi kelangsungan kebersamaan dalam bingkai kebhinnekaan Indonesia.

Lalang yang hadir mewakili Menkominfo Rudiantara menegaskan peran pemerintah untuk menjaga aktivitas dan perkembangan teknologi untuk kebutuhan menjaga keindonesiaan. Namun demikian, Kemkominfo tetap bekerja sesuai prosedur yang telah ditetapkan agar tidak menyalahi aturan.

“Seperti memblokir situs-situs yang teridentifikasi radikal dan membahayakan bagi persatuan Indonesia, adalah langkah paling akhir yang dilakukan Kominfo,” jelas Lalang.

Senada, Agung Yudha dari Twitter Indonesia memberikan penjelasan terkait dengan para pengguna twitter yang selama ini banyak mengindahkan rules atau aturan yang menjadi panduan bagi para pengguna twitter atau platform media sosial lain.

Menurutnya, peraturan untuk menciptakan iklim media sosial yang baik sudah digariskan semua oleh penyedia platform, tinggal para penggunanya mau mematuhi atau sebaliknya. Jika tak memahami rules tersebut, tak heran selama ini banyak terjadi penyebaran konten-konten palsu, kontroversial, dan bersifat propaganda ideologis maupun politis di media sosial.

“Jika melihat konten-konten tersebut, langsung dilaporkan saja karena kami sendiri telah menyediakan fitur report atau pelaporan dari pengguna,” jelas pria berkaca mata dan berambut gondrong ini.

Sementara itu, Savic Ali menjelaskan, media digital saat ini telah banyak membentuk sifat dan kecenderungan karakter seseorang. Tanpa berusaha mengonfirmasi atau melakukan tabayyun, mereka dengan mudahnya menyebarkan berita-berita palsu dan konten-konten hoax dalam berbagai bentuk.

“Ironisnya, hal itu dilakukan oleh banyak media yang mengaku dirinya sebagai media Islam. Maka dari itu, NU dengan berbagai medianya terus berupaya tidak terpengaruh dengan propaganda radikal. Bukan berarti kami tidak mampu, tetapi kami memilih jalan dakwah yang edukatif dan tidak ingin Indonesia ribut terus menerus seperti yang nyata-nyata mereka inginkan,” papar Savic. 

Savic memberikan penegasan bahwa Indonesia bisa tetap utuh di tengah perbedaan jika semua media yang saat ini menjadi rujukan masyarakat menyediakan konten-konten positif dan konstruktif untuk keberlangsungan Indonesia yang ramah dan damai. Sebab, propaganda media turut memberikan pengaruh terhadap berbagai tragedi kemanusiaan dan perang tak berkesudahan yang menimpa negara-negara di Timur Tengah. (Fathoni)

http://www.nu.or.id/post/read/74238/propaganda-ekstrim-dan-hoax-makin-marak-bagaimana-menyikapinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar