Dulu saat masih menetap di Jepang, kami pernah tinggal di daerah pegunungan. Jalannya naik turun. Bahkan beberapa jalan sangat menukik tajam. Tidak ada sama sekali angkutan umum menuju SD anak saya. Untuk menuju ke sekolah, anak saya harus berjalan kaki sekitar 40-45 menit (kecepatan sedang-cepat). Jadi total 80-90 menit PP.
Anak saya tidak sendiri. Anak2 Jepang lain dan anak2 warga asing lainnya juga berjalan kaki ke sekolah. Peraturan jalan kaki tersebut adalah peraturan dari sekolah dan pemerintah kota setempat.
Kalau hujan bagaimana? Apakah kemudian membolos atau orangtua diam2 mengantar anak dengan mobil? Tidak. Kalau hujan, anak-anak memakai sepatu boots, jas hujan, dan payung. Anak-anak TETAP berjalan kaki ke sekolah.
Kalau turun salju dan udara sangat dingin menggigit tulang? Apakah membolos atau orangtua diam2 mengantar dengan mobil? Tidak juga. Anak-anak memakai sepatu boots, jas hujan/payung, kopyah, mengenakan jaket tebal, sarung tangan, atau perlengkapan winter lainnya. Mereka TETAP jalan kaki.
Jepang memang saya acungi jempol dalam mendidik kemandirian dan kedisiplinan anak. Kasus tersebut di atas adalah salah satu contohnya.
OK, banyak orangtua yg komplain saat saya mengatakan hal tersebut di seminar2 yang saya berikan. Kondisi Indonesia dan Jepang memang tidak sama. Jepang lebih aman dan memiliki infrastruktur nyaman bagi pejalan kaki. Sehingga, orangtua tidak khawatir membiarkan anak berangkat sekolah berjalan kaki.
Tentu saja, semua yg ada di Jepang tidak bisa kita tiru PLEK sama persis. Perlu kita modifikasi, sesuai kondisi kita. Yang WAJIB kita contoh adalah usaha mereka dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan anak. Kalau tidak memungkinkan anak kita berangkat ke sekolah berjalan kaki, paling tidak kita bisa memberikan kesempatan kepada anak-anak dalam membangun kemandirian dan kedisiplinannya dengan cara meminta mereka BERJALAN KAKI atau BERSEPEDA jika ingin ke tempat-tempat yg tidak terlalu jauh. Kalau anak sudah cukup mengerti, biarkan mereka NAIK ANGKUTAN UMUM.
Tidak perlu naik ojek kalau hanya ingin masuk/keluar komplek perumahan, tidak perlu mengantar anak terus-menerus, APALAGI mengizinkan mereka mengendarai kendaraan bermotor. Selain sangat membahayakan dirinya sendiri, mereka juga sangat membahayakan nyawa ORANG LAIN.
Foto kiri atas adalah foto anak saya bersama kawan2 Jepangnya ketika berangkat ke sekolah saat kami sudah pindah dari kota berpegunungan-Nara- ke kota besar Fukuoka. Mau di pegunungan, mau di kota, semua daerah mewajibkan anak berjalan kaki ke sekolah. Di luar sekolah, selain berjalan kaki, anak hanya diizinkan bersepeda.
Foto kanan atas adalah rombongan anak2 Jepang kelas 1-2 SD berangkat sekolah dengan berjalan kaki.
Foto bawah adalah potret anak-anak di Indonesia. Sudah dimanjakan dengan kendaraan bermotor meskipun secara fisik dan psikis BELUM SIAP mengendarainya.
Sebagai warga dari negara yang masih berkembang ini dan melihat perbandingan foto2 di atas, seharusnya kita MALU dan segera BERBENAH DIRI. Agar Indonesia tidak selamanya tertinggal di belakang.
Setelah tertabraknya sahabat saya beberapa waktu lalu oleh pengendara anak2, saya membuat petisi kepada pemerintah agar segera dibuat undang-undang yang bisa memenjarakan orangtua yang lalai maupun dengan sengaja mengizinkan anak di bawah usia mengendarai kendaraan bermotor. Petisi tersebut kini sudah ditandatangani oleh lebih dari 6.000 orang.
Karena petisi tersebut, kemarin hingga hari ini, saya berturut-turut dihubungi oleh detik.com, TV Berita Satu, dan TV Trans7. Mereka menyatakan sangat mendukung petisi tersebut agar undang2 yang mengatur pelanggaraan tsb bisa segera direalisasikan oleh pemerintah. Ulasan dari detik.com bisa dibaca di sini: http://bit.ly/2bZXOWB
Dan bagi yang belum menandatangani petisi ini, mari ramai2 tandangani dan sebarkan petisi ini : http://chn.ge/2ak7d7L
Demi Indonesia yang LEBIH BAIK dan LEBIH AMAN.
#nodrivingunder17
By Saleha Juliandi
http://www.salehajuliandi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar