Genosida berarti suatu pembantaian massal yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif dengan tujuan untuk memusnahkan seluruh atau sebagian penganut kepercayaan, etnis, ras atau golongan lain yang berbeda.
Proses terjadinya Genosida terdiri dari delapan tahap. Tahapan ini berlaku sama di seluruh dunia, terjadi secara berurutan dan dapat diprediksi sebelumnya.
Tahap 1: Klasifikasi
Dalam masyarakat yang majemuk, sering terjadi pembedaan antara “kita” dan “mereka”. Perbedaan itu didasari oleh suku, ras, agama, kelas, golongan serta ideologi. Semisal, penggolongan suku Dayak dan Madura, Islam dan Kristen, Pribumi dan non-pribumi.
Pada tahap ini, genosida bisa dicegah dengan mudah dengan memfasilitasi suatu kegiatan yang mampu merubah perbedaan menjadi hal yang positif.
Tahap 2: #Simbolisasi
Dalam tahap ini, julukan-julukan yang merendahkan muncul di masyarakat seperti “cina” untuk warga keturunan ras Tionghoa, julukan “kafir”untuk menggambarkan warga non-muslim, “komunis” dan sebutan-sebutan kasar lainnya untuk membedakan antara kelompok satu dengan lainnya.
Simbolisasi adalah hal yang lumrah dan tidak selalu berbuntut genosida, namun berpeluang besar meningkat ke tahap berikutnya jika bercampur dengan Kebencian.
Simbolisasi dapat dicegah dengan melarang secara resmi simbol-simbol kebencian, dan melarang kampanye-kampanye ujaran kebencian yang sering terjadi di masyarakat.
Tahap 3: #Dehumanisasi
Dehumanisasi artinya kurang lebih “meniadakan atau menghilangkan kemanusiaan seseorang”.
Ketika suatu kelompok tidak lagi dianggap sebagai manusia, biasanya akan rasa berdosa ketika membantai anggota kelompok itu akan hilang.
Pada tahap ini propaganda-propaganda melalui media massa, selebaran atau media lainnya digunakan secara masif untuk menyebarkan Kebencian terhadap kelompok yang akan menjadi target pembantaian.
Guna mencegah tahap ini berkembang haruslah dibedakan antara kampanye-kampanye kebencian dengan kebebasan mengutarakan pendapat, sehingga media apapun yang menyebarkan kebencian harus ditutup, propaganda kebencian haruslah dilarang dan pelakunya dihukum berat.
Tahap 4: #Pengorganisasian
Genosida selalu terorganisir, biasanya oleh militer yang dibantu oleh kelompok milisi sipil atau dilakukan oleh teroris.
Pengorganisasian ini tercermin dari adanya pelatihan, pembekalan senjata dan perencanaan genosida. Dalam kasus Pembantaian di Indonesia 1965–1966, suatu pasukan khusus dibentuk guna melatih milisi lokal di berbagai wilayah negeri ini melakukan genosida.
Untuk mencegah tahap ini berkembang, milisi bersenjata wajib dilarang keberadaannya.
Tahap 5: Polarisasi
Dalam tahap ini, kelompok yang akan membantai mulai menyiarkan Propaganda yang bersifat memecah belah. Misalnya melarang perkawinan campur atau interaksi sosial antar kelompok yang berbeda.
Kaum Moderat yang biasanya tidak ingin terlibat dalam situasi kebencian akan menjadi sasaran awal dan pembungkaman. Orang orang moderat adalah mereka yang paling bisa mencegah terjadinya genosida, dan justru karena itulah biasanya mereka yang dihajar terlebih dulu.
Pencegahan pada tahap ini bisa dilakukan dengan memberi perlindungan pada golongan moderat. Jika suatu kelompok ekstrimis berhasil melakukan Kudeta di suatu negara, maka hendaknya negara tersebut dikenai sanksi internasional yang berat.
Tahap 6 Identifikasi
Pada tahap ini terjadi penyortiran terhadap korban, daftar-daftar calon korban pembantaian mulai dibuat dan disebarkan. Biasanya calon korban mulai dipaksa untuk mengenakan atribut tertentu yang membedakan.
Para calon korban mulai dikelompokkan. Rumah rumah mereka ditandai, dan tinggal menunggu waktu saja untuk genosida dilaksanakan.
Pada tahap ini peringatan dini bahaya Genosida harus segera dibuat dan ditindaklanjuti, baik oleh PBB maupun badan-badan Internasional lainnya.
Sebelum pembantaian simpatisan PKI tahun 1965 terjadi, daftar anggota-anggota PKI disebarkan oleh CIA dan daftar ini dipakai oleh militer guna melikuidasi korbannya.
Tahap 7 #Pembantaian
Dalam tahap ini pembunuhan dalam skala massal yang disebut Genosida dimulai, biasanya hanya berlangsung dalam hitungan bulan saja seperti yang terjadi di banyak tempat di Indonesia.
Tahap ini akan berlangsung cepat dan bagi para pelakunya tidak ada perasaan menyesal atau kasihan, karena bagi mereka, korbannya bukanlah manusia. Banyak dari mereka bahkan merasa sedang melakukan sebuah Tugas Suci Yang Mulia atas nama Agama, Bangsa atau Negara.
Tahap ini kadang disebut juga pembasmian karena bagi para pelakunya, pembantaian yang mereka lakukan mirip tindakan membasmi hama atau Binatang, dimana korbannya tidak lagi dihargai sebagai manusia.
Jika pembunuhan massal ini disponsori oleh negara, angkatan bersenjata yang melakukan hal ini biasanya dibantu oleh milisi sipil bersenjata.
Terkadang Genosida disusul tindakan balasan dari kelompok yang dibantai, sehingga kekerasan berlanjut menjadi Perang saudara.
Campur tangan dunia internasional sangat mendesak untuk dilakukan dalam tahap ini untuk mencegah berlanjutnya kekerasan.
Tahap 8 #Penyangkalan
Penyangkalan selalu menyusul setelah terjadinya genosida dan ini menandakan bahwa genosida akan terulang kembali di masa yang akan datang.
Pelakunya akan berusaha menghilangkan bukti-bukti dengan membakar jenazah, menyembunyikan kuburan massal, atau melakukan intimidasi dan ancaman terhadap para saksi.
Pada Genosida yang terencana secara rapi, biasanya penghilangan bukti sudah menjadi satu paket dalam kegiatan pembantaian, misalnya setelah para korban dihabisi, tubuh mereka lalu dikremasi atau dikuburkan di suatu tempat yang sulit ditemukan.
Para Pelaku. akan menyangkal keterlibatan mereka, dan sering kali simpatisan mereka justru menyalahkan para korban atas apa yang terjadi.
Kelompok pro pembantai juga akan dengan sengaja akan mempersulit proses Penegakan Hukum dan terus berupaya untuk berkuasa sampai diturunkan paksa atau menjadi pesakitan.
Biasanya otak pelaku genosida akan sulit untuk diadili seperti yang terjadi pada kasus Suharto, Pol Pot dan Idi Amin, kecuali bila pelakunya tertangkap dan diadili di Pengadilan Internasional seperti yang terjadi pada para pelaku genosida di Yugoslavia dan Rwanda.
Hanya dengan Kemauan Politik yang kuat saja tahapan ini dapat berakhir, para pelakunya dapat diadili dan menjadi contoh agar di masa depan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Disadur dari tulisan Dr. Gregory H. Stanton#, President of Genocide Watch
Ket. foto: sekelompok orang yang diduga simpatisan PKI dikumpulkan dan dijaga tentara di sebuah lubang sebelum dieksekusi tanpa pengadilan (1965).
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10155773819817458&id=693492457
Tidak ada komentar:
Posting Komentar