"Saya masih berusia 11 tahun waktu Agung meletus tahun 1963. Waktu itu siang hari dan saya lagi bermain di sawah menemani Bapak yang bertani," kata Ketut.
Suara menggelegar dari Gunung Agung membuat ayah dari Ketut berlari dan menarik lengannya. Ketut diajak berlari ke arah rumah lebih dahulu untuk mengajak anggota keluarga yang lain.
"Lari! Lari! Nggak lama belum sampai rumah itu abu pekat sangat tebal turun. Saya kesulitan bernafas dan mata saya pedih sekali sampai hampir tak bisa melihat. Waktu itu rumah orangtua 3 Km dari kawah, rumah yang sama dengan yang saya tempati sekarang. Tapi saya tinggal karena harus mengungsi," ujar kakek berusia 65 tahun itu.
Tak butuh waktu lama untuk hujan abu vulkanik menumpuk di tanah hingga setinggi kurang lebih 30 Cm.
"Pas lari ke arah Bangli itu, saya lihat awan hitam besar sekali. Begitu cepat sampai saya lihat orang-orang ada yang tertelan awan hitam itu. Saya masih ingat teriakan mereka yang tertelan awan itu, sangat mengerikan," ucap Ketut.
Horor yang dirasakan Ketut tidak berhenti dari situ, ketika mereka berhasil selamat dari awan vulkanik, mereka dihadapkan dengan aliran lahar panas.
"Lari ke arah Bangli itu lewat bukit dan hutan sama sungai. Waktu mau menyeberang sungai, itu sudah penuh sama lahar, dalam sekali. Akhirnya sama Bapak dibuatkan alas kaki dari kayu, kita langsung menyeberang, sangat panas, saya pikir saya akan mati di situ tapi saya selamat," ungkap Ketut.
Menurut Ketut, siang hari berubah menjadi malam dalam waktu hanya beberapa menit ketika #GunungAgung meletus pada tahun 1963. Matahari tidak terlihat selama 6 bulan lamanya dan Ketut mengungsi di sebuah desa kecil di #Bangli selama satu tahun.
"Satu tahun itu tidak berhenti-berhenti. Abu, nggak ada matahari, gagal panen, kelaparan, tidak ada air bersih. Sangat mengkhawatirkan dan menakutkan," pungkas Ketut.
Ketut menyatakan banyak korban berjatuhan karena tidak ada warga yang mengungsi seperti sekarang. Pemerintahan saat itu juga tidak sereaktif seperti sekarang.
"Karena waktu itu tidak ada yang datang bilang gunung mau meletus. Yang ada tokoh-tokoh adat menjelaskan kenapa banyak sekali gempa di gunung, lalu warga hanya sembahyang saja minta keselamatan tapi tidak mengungsi," papar Ketut.
"Kalau sekarang saya merasa lebih aman. Pemerintah sama Desa Adat sudah jauh-jauh hari kasih tahu. Keluarga saya pasti selamat dan nggak harus alami yang sama dengan saya waktu 1963," pungkasnya.
#karangasem #erupsi #gempa
#sejarah #bali #sejarahbali
www.sejarahbali.com | follow ig @sejarahbali | line: sejarahbali
Sumber: detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar