Rabu, 27 September 2017

Misteri Letusan Gunung Agung, Karangasem, 1963

(2)

Warga terpaksa melewati sungai yang jembatannya terputus akibat terjangan lahar dingin Gunung Agung.

Dari catatan dan wawancara tim expedisi Ring of Fire, ada beberapa kisah memilukan dan juga "kemanusiaan" saat gunung Agung ini meletus, ini petikan dari hasil wawancara nya : Pura di Badeg Dukuh dan Sogra hancur.

Hampir seluruh bangunan ambruk diterjang awan panas dan telah menewaskan 109 warga Badeg Dukuh dan 102 warga Sogra. Bagi sebagian orang, sikap warga Sogra dan Badeg mungkin dianggap mencari mati.

Namun, tidak bagi masyarakat Bali waktu itu. Badeg Dukuh, menurut budayawan Bali, Cok Sawitri, memang bukan perdukuhan biasa.

"Kepala dukuhnya seperti juru kunci Gunung Agung, seperti Mbah Marijan (di Gunung Merapi, Yogyakarta). Dia bertugas berkomunikasi dengan Gunung Agung. Saat meletus, dia memang tak mau mengungsi," katanya.

Saksi mata yang mengevakuasi korban awan panas di Badeg Dukuh pada waktu itu bercerita bahwa di pura itu seperti upacara penyambutan, semacam odalan.

Saat ditemukan, para korban dalam posisi duduk menabuh gamelan. Kepala dukuh duduk dengan genta masih di tangan. Dia berdoa," katanya.

Semua korban, menurut Cok Sawitri, berlapis debu. "Saat disentuh langsung hancur." Cok yakin, orang-orang yang meninggal di pura Badeg Dukuh itu sengaja menyambut letusan.

"Itu barangkali ungkapan kesetiaan sebagai kuncen," katanya.

Keyakinan Cok Sawitri itu didasari cerita dari pamannya, Cokorda Gde Dangin, yang pada saat letusan menjadi Perbekel Desa Sidemen.

Menjelang letusan pada Minggu pagi itu, anak-anak dari Badeg Dukuh, termasuk anak dari Kepala Badeg Dukuh, datang ke rumah Gde Dangin.

Mereka meminta izin mengungsi di Sidemen karena Gunung Agung dipercaya akan meletus hebat.

"Paman lalu bertanya, bapak kalian mana?” kisah Cok Sawitri. Anak-anak itu menjawab, ayah mereka tidak ikut karena harus mengiringi perjalanan Bathara Gunung Agung menuju samudra.

"Barangkali orang-orang di Badeg Dukuh itu disuruh memilih, mau menyambut letusan gunung itu atau mengungsi," kata Sawitri.

Foto : Robert F. Sisson
Sumber : (Departemen Penerangan, Denpasar, Kompas & kaskus)
#sejarah  #bali  #sejarahbali 
www.sejarahbali.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar