Senin, 27 Februari 2017

Marhaenisme sebagai teori perjuangan

Marhaen. Kata ini merupakan simbol penderitaan, akibat penjajahan yang dialami rakyat Indonesia selama ratusan tahun. Menggunakan Marhaenisme sebagai teori perjuangan, Soekarno menggunakannya untuk mengubur sistem kapitalisme maupun imperialisme dari muka bumi Indonesia yang kaya sumber alamnya, tetapi miskin rakyatnya. Konsep Marhaen yang dirumuskan Soekarno, tentu berlainan dengan konsep proletarnya Karl Marx. Di sini terlihat Soekarno bersifat kritis tidak begitu saja mengambil konsep yang dilontarkan pemikir-pemikir sosialis Barat. Konsep proletar hanya mempunyai relevansi di negara-negara industri Barat, untuk masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat agraris tidak memungkinkan.
ㅤㅤ
Konsep marhaen mewakili sebagian besar anggota masyarakat yang sengsara dan tertindas, sedangkan proletar hanya mencakup sedikit anggota masyarakat saja. Yang membedakan keduanya adalah kaum Marhaen memiliki alat produksi, tetapi kaum proletar tidak memiliki alat produksi dan hanya menjual jasa. Dalam kursus tentang Pancasila, Soekarno menegaskan kalau ingin memahami marhaenisme, terlebih dahulu harus memahami Marxisme dan keadaan di Indonesia. Marhaenisme, kata Soekarno adalah Marxisme yang diselenggarakan di Indonesia, yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Marxisme itu adalah satu ‘denkmethode’, satu cara pemikiran. Cara pemikiran untuk mengerti perkembangan cara perjuangan harus dijalankan, agar dapat tercapai masyarakat yang adil.
ㅤㅤ
Soekarno membedakan anatara imperialisme kuno dan modern, tetapi pada hakikatnya adalah sama, yaitu nafsu menguasai atau mengendalikan perekonomian bangsa dan negara lain untuk kepentingan kekuasaan metropol-tempat kepentingan imperialisme bertentangan dengan kepentingan negara satelit. Negara penjajah bertahan selama-lamanya agar dapat menguras sebanyak mungkin sumber daya alam, sedangkan negara terjajah ingin secepatnya membebaskan diri dari cengkraman nafsu imperialisme.
ㅤㅤ
Sumber: Peter Kasenda, 2014, Bung Karno Panglima Revolusi, Yogyakarta, Galang Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar