Warga Jakarta sekali lagi menunjukkan konsistensi dalam memilih. Rasional dan tidak pernah goyah oleh isu-isu agama. Malahan ada kecenderungan mereka alergi dengan isu-isu primordial seperti ini, termasuk soal etnis.
Buktinya, sejak pemilihan Gubernur tahun 2007, isu agama selalu menjadi pemicu kekalahan calon yang menggunakanya. Calon PKS Adang Dorojatun terhempas ketika melawan Fauzi Bowo ditahun 2007. Padahal ketika itu PKS menduduki banyak kursi di DPRD DKI.
Isu agama juga justru menjadi kunci kemenangan Joko Widodo dan Ahok dalam pemilihan gubernur berikutnya. Komentar RH Oma Irama yang dituduh berkampanye di meskid serta celetukan rasis Nachrowi Ramli dipandang menjadi pemicu kekalahan telak Foke atas Jokowi.
Gagalnya memainkan isu agama juga terjadi di Pilkada kemarin. Goyangan aneka aksi Bela Islam memang membuat Ahok tersangkut masalah hukum. Namun derasnya kampanye larangan Muslim memilih pemimpin Non Muslim dengan meyitir Al Maidah 51 ternyata tidak laku sama sekali. Ahok menang mengesankan di kisaran 43 persen mengalahkan Anis dan Agus.
Dengan kata lain, rangkaian aksi 411, 212, 112, Sholat Subuh berjemaah dan Baiat Istiqlal, tidak mampu menggoyahkan pendirian orang Jakarta. Bahkan adalah pukulan telak bagi mereka mengusung isu agama ketika mendapati Ahok justru mendapat suara terbanyak di markas FPI.
Akan halnya perolehan suara Anis, mesin partai telah digerakkan dengan catatan militansi yang mengesankan dari PKS memastikan setiap anggotanya memilih nomor tiga. Usaha keras itu berbuah manis karena mendapat durian runtuh disaat-saat terakhir. Anis mendapat limpahan suara dari pendukung Agus yang balik badan setelah pernyataan Antasari Azhar. Pak SBY melakukan blunder disaat-saat terakhir hingga popularitas Agus langsung anjlok. Pak SBY mungkin lupa bahwa warga Jakarta itu rasional yang alergi dengan soal korupsi dan lebih mempercayai keterangan Antasari .
Pak SBY juga mungkin salah kalkulasi. Beliau pikir, kalangan pengajian yang sudah mati-matian didekati memberikan komitmen nyata. Mungkin ada keyakinan besar dalam diri pak SBY bahwa umroh bersama yang dilakukan Agus bersama penceramah aksi 112 bisa mengamankan perolehan suara dari kalangan muslim Jakarta. Namun nyatanya mereka tidak melakukan komitmen itu. Suara Agus anjlok dikantong-kantong Islam.
Dengan kenyataan ini, maka jelas sudah ayat-ayat politik tidak laku di Jakarta. Warga Jakarta sebagian besar berpandangan moderat malahan cenderung liberal dalam pemahaman agamanya. Mereka yang mencoba menyuntikkan paham fundamentalis dipandang sebagai bukan bagian dari budaya Jakarta yang metropolis. Namun mereka tidak melawan melainkan menyingkir diam-diam menjauh dari kelompok tersebut. Berkaca pada kenyataan pahit ini, kubu Anis dipastikan akan sangat berhati-hati menggunakan isu agama agar tidak justru menjadi racun yang melumpuhkan kemenangannya. '
Artinya kita bisa berharap banyak bahwa putaran kedua pemilihan Gubernur DKI akan diwarnai adu program dan kehebatan mesin partai politik ketimbang isu agama dan primordial. Kita juga akan menyaksikan isu-isu terkait Jokowi dan Ahok satu paket menjadi dagangan utama kubu Ahok. Sementara dikubu Anis kita akan melihat semangat nasionalis yang khas pak Prabowo dipompakan dengan penuh kegairahan membingkai NKRI
Semua ini akan menjadikan pemilihan Gubernur kembali dalam saluran demokrasi yang sebenarnya. Yang sehat tanpa eksploitasi agama hingga siapapun yang terpilih adalah yang terbaik dan warga Jakarta akan puas dan bangga.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10155142187673117&id=748808116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar