- Denny Siregar -
Menyaksikan pertarungan PT Freeport melawan pemerintah Indonesia ini memang mengasyikkan..
Freeport sejak tahun 1967, menikmati betul fasilitas yang diberikan oleh Presiden kedua Indonesia, Soeharto, dalam bentuk Kontrak Karya. Kontrak Karya ini memungkinkan PT Freeport Indonesia untuk mengatur segala macam operasional mereka termasuk keuangan dan pemerintah tidak boleh ikut campur dalam pelaksanaannya.
Dalam artian sederhana, "Hei pemerintah, lu diem aja entar gua bagi deh keuntungannya. Kalo ada untung lho ya.." Bertahun2 seperti itu dan kita tidak punya kontrol terhadap sumber daya alam kita.
Kemudian datanglah Jokowi..
Dengan Jonan Menteri ESDM sebagai panglima perangnya, maka permainanpun berubah. Jonan memaksa PT Freeport untuk mengubah perjanjian Kontrak Karya yang selama ini dinikmati Freeport menjadi ijin pertambangan biasa, sama seperti ijin pertambangan perusahaan lainnya.
Dengan ijin pertambangan biasa itu, maka ada kemungkinan pemerintah Indonesia bisa menguasai ( divestasi ) saham Freeport sampai 51 persen. Dalam artian, Freeport satu saat akan menjadi milik kita.
Freeport ternyata tidak menyerah. Mereka memakai jurus lama - yang dulu selalu berhasil mereka lakukan - yaitu jika pemerintah Indonesia macam2, maka mereka akan memecati pegawai2nya.
Kenapa dulu pemerintah takut ? Yah, selain "selalu ada uang dibalik batu", juga yang ditakutkan adalah multiplier effect atau dampak sistemiknya.
Ratusan ribu pegawai yang selama ini mencari makan di PT Freeport akan dipecat dan itu menciptakan banyak pengangguran. Ketika banyak yang ngaggur, maka akan berdampak pada ekonomi di Papua. Ketika ekonomi lemah, maka akan diciptakan kerusuhan2 kecil yang akan diperbesar di sana. Ini memang akal licik yang selalu dipakai mereka..
Saat ini ada lebih dari 23 ribu karyawan dan privatisasinya yang bergantung pada Freeport. Dan ketika mereka dipecat - dengan alasan penghematan karena Freeport sudah tidak boleh lagi ekspor konsentrat - maka para karyawan itu akan digiring untuk protes ke pemerintah.
Dan ini sudah terjadi. 300 karyawan dikabarkan sudah dipecat Freeport. Dan mereka akhirnya berdemo di kantor bupati dan DPRD Mimika, meminta pemerintah untuk membuka kembali ijin ekspor konsentrat Freeport supaya bisa kembali bekerja. Licik, bukan ?
Mimika sekarang bergolak. Ribuan personel aparat sudah diturunkan kesana untuk menjaga wilayah. Ada kemungkinan demo2 akan terus dilanjutkan, untuk memaksa pemerintah membuka kembali keran ekspor konsentrat yang selama ini menjadi sumber makan PT Freeport Indonesia.
Apakah Menteri Jonan akan mundur dan kembali membiarkan PT Freeport seperti biasanya ? Ataukah ia melawan dengan menghadapi potensi resiko besar yang akan menggoyangkan keamanan ?
Sementara itu kabar terbaru, Ketum PBNU KH Said Agil Siradj sudah mengatakan siap berdiri di belakang pemerintah Indonesia dalam menghadapi Freeport.
Episode Freeport ini semakin menarik. Kita lihat episode berikutnya sambil seruput secangkir kopi..
www.dennysiregar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar