Sidang hari ini, Selasa, 31 Januari 2017 sangat krusial bagi Ahok. Mengapa, karena saksi pelapor Ketua MUI, Ma’ruf Amin datang memberi kesaksian. Tak heran jika para pengacara Ahok akan mendalami setiap kata, kalimat dan arah kesaksian Ma’ruf seputar fatwa yang dikeluarkan oleh MUI.
Dari fakta-fakta persidangan yang sedang berlangsung, ada beberapa pengakuan Ma’ruf yang langsung membuat kening saya berdenyut-denyut. Pengakuan Ma’ruf itu cukup mengejutkan saya karena dilontarkan dalam persidangan di bawah sumpah. Apa saja pengakuan Ma’ruf itu?
Pertama, Ma’ruf mengakui bahwa ia tidak menonton video Ahok. Ia menyebut video Ahok itu dicek oleh tim MUI yang melakukan kajian. Ma’ruf hanya melihat tulisannya saja. “Saya kira yang mengecek itu tim. Saya lihat tulisannya saja. Video tim,” kata Ma’ruf.
Bagi saya ini pertanyaan besar. Mengapa Ma’ruf tidak menonton langsung video Ahok itu? Mengapa ia percayakan kepada tim? Sebagai seorang Ketua MUI, Ma’ruf sejatinya meluangkan waktu menonton video Ahok yang berdurasi lebih satu jam itu. Ada harapan, jika Ma’ruf menonton video Ahok secara langsung, maka ia sendiri bisa memberi penilaian secara obyektif.
Kedua, ma’ruf mengakui bahwa ia dan tim pengkajian tidak bertemu Ahok soal video itu. Menurutnya, ucapan Ahok saja sudah dianggap cukup. Malah tim pengkajian lebih memilih mendatangi lokasi kunjungan Ahok di Pulau Pramuka ketimbang bertemu dengan Ahok sendiri.
“Ke Pulau Seribu, komisi pengkajian. Tidak mendatangi terdakwa karena dianggap cukup ucapannya saja. Alasannya kita sudah melakukan verifikasi ucapannya benar,” kata Ma’ruf.
Bagi saya pengakuan Ma’ruf ini cukup mengejutkan. Bagaimana mungkin seseorang dicap telah menghina agama tanpa memanggilnya terlebih dahulu? Bukankah prosedur MUI sebelum mengeluarkan fatwa, terlebih dahulu wajib memanggil pihak-pihak yang terkait langsung? Polisi sendiri wajib memanggil seseorang terlapor sebelum dijadikan sebagai terdakwa. Bisa jadi jika tim kajian MUI dan Ma’ruf sendiri bertemu dengan Ahok, maka fatwa yang menghebohkan itu tidak keluar. Bila dipertemukan dengan MUI, Ahok akan menjelaskan duduk permasalahannya.
Ketiga, Ma’ruf mengatakan bahwa Ahok tidak patut membahas Al Maidah karena ia bukan Muslim. Kata yang perlu digaris-bawahi di situ adalah ‘tidak patut membahas’. “Tidak patut membahas Al Maidah karena dia (Ahok) bukan muslim. Tidak proporsional, makanya kita anggap tidak etis,” ucap Ma’ruf.
Pengakuan Ma’ruf ini juga mengaduk-aduk nalar saya. Kalimat ‘tidak patut membahas’ adalah kesimpulan yang diambil Ma’ruf. Video Ahok di Kepulauan Seribu itu sama sekali tidak membahas Al Maidah. Ahok hanya menyebut sebaris kalimat yang menyinggung Al Maidah. Ahok sama sekali tidak membahas Al Maidah apalagi menafsirkan isinya. Apakah seseorang yang bukan muslim tidak boleh menyebut Surat Al Maidah ayat 51?
Keempat, terkait dengan demo, Ma’ruf menyebut bahwa MUI tidak berhubungan dengan adanya gerakan protes kelompok masyarakat. “Tidak ada (kaitan red), diproses saja secara hukum. Tidak ada hubungan dengan gerakan-gerakan itu,” tegas Ma’ruf.
Jika Ma’ruf mengaku bahwa tidak ada ada hubungan dengan gerakan demo, mengapa MUI membiarkan adanya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI? Mengapa MUI setengah hati melarang GNPF mendompleng nama MUI? Jawaban Ma’ruf itu lagi-lagi mengejutkan saya. Bukankah terjadinya demo berdasarkan fatwa MUI itu?
Kelima, Ma’ruf mengakui bahwa ia dan tim kajian MUI tidak membahas tafsiran Al-Maidah ayat 51 itu. Ma’ruf mengatakan bahwa pihaknya hanya membahas kata per kata yang disampaikan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bukan tafsir atau terjemahan. “Kami tidak membahas tafsir atau isinya. Kami membahas kata-katanya,” ujar Ma’ruf dalam kesaksiannya.
Pertanyaannya adalah mengapa tim kajian tidak membahas tafsir atau isinya? Bukankah membahas tafsir atau isi Al-Maidah itu sangat relevan dengan kata-kata Ahok? Saya yakin Ma’ruf tidak membahas isi dan tafsir ayat itu karena masih polemik. MUI jelas takut memberi tafsir karena ada banyak ahli yang lain yang tidak sependapat dengan satu tafsiran.
Dari lima pengakuan Ma’ruf di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa fatwa MUI yang mencap Ahok telah menista agama Islam dan ulama adalah kesimpulan yang tergesa-gesa. Kajian yang dilakukan MUI tidak dilakukan secara komprehensif. Ada indikasi bahwa keluarnya fatwa itu karena desakan kuat dari pihak lain. Jadi bukan murni lahir dari keikhlasan membela agama.
Begitulah kura-kura.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10208262583548410&id=1417785880
Tidak ada komentar:
Posting Komentar