Namanya nasib memang tidak ke mana. Wabah ulat bulu yang menyerang beberapa wilayah di Bali ternyata bukan ulat sembarangan. Ulat yang berkembang pesat di daerah tersebut ternyata jenis ulat penghasil sutera alami.
Tim Provinsi Bali yang melakukan pengamatan atas keberadaan ulat bulu di Kabupaten Karangasem, memastikan bahwa binatang yang kini merambah pepohonan di daerah itu adalah jenis ulat sutra emas. Masyarakat bisa memanfaatkan kokonnya untuk bahan baku sutera.
"Itu justru jenis ulat yang membawa berkah, yakni ulat sutra emas yang benang kepompongnya dapat dipakai bahan baku atau aksesori busana," kata Kepala Dinas Pertanian Bali Ir Made Putra Suryawan di Amlapura, Sabtu (16/4/2011).
Suryawan yang memimpin langsung tim tersebut, juga melakukan pengamatan serupa di sejumlah desa di Kabupaten Klungkung. Dari hasil pengamatan tim, kata dia, ternyata menemukan jawaban yang cukup menggembirakan dari kemunculan fenomena alam seperti di Kabupaten Karangasem.
Ia mengadakan pengamatan secara lebih seksama di Banjar Giok, Desa Tumbu, Karangasem, tim menemukan bahwa binatang yang ditakuti masyarakat itu adalah ulat sutera emas spesies Crucula trifenestrata. "Binatang berbulu dan merayap itu adalah ulat sutera emas yang hidup secara liar," ucapnya sambil tersenyum.
Kadistan mengaku bahwa pihaknya sudah memastikan kalau ulat tersebut adalah jenis ulat sutera emas yang biasa dipelihara orang. Namun, kini ulat tersebut hidup secara liar di alam bebas.
Seorang pengusaha kain dari Denpasar yang secara khusus datang ke lokasi, bahkan langsung menyatakan kesediaannya membeli kokon atau kepompong dari ulat sutera emas itu dari warga. Ia juga menyatakan keinginannya mengembangbiakkan ulat bulu jenis itu. Satu kilo kepompong yang diperkirakan berisi 400 kokon, siap dihargai hingga Rp 200 ribu.
Mendengar penegasan Kadistan dan penyampaian dari pengusaha kain itu, seketika membuat masyarakat setempat berubah sikap. Mereka yang semula menginginkan ulat itu dibasmi, kini malah menyatakan ingin memelihara dan mengembangbiakkannya.
Ulat tersebut selama ini diketahui telah memangsa daun jambu mete, kedondong, dan alpukat yang tumbuh di Banjar Giok, Desa Tumbu. Selain di Desa Tumbu, jenis Crucula trifenestrata yang hidup liar kini juga ditemukan di Desa Susuan, Amlapura, yang juga memakan daun alpukat.
Dengan temuan itu, Suryawan berharap ada pengusaha lokal yang siap mengembangkan dan memintal menjadi benang sutera emas alami untuk menambah pernak-pernik pada pakaian. Kepada masyarakat di tempat lain di Bali, ia minta untuk tidak resah dan panik ketika di sekitar tempat tinggal menemukan ulat bulu.
"Siapa tahu, ulat bulu itu bukan hama, akan tetapi suatu berkah seperti yang kini muncul di Karangasem," ujarnya.
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar