Nominal terkecil yang bisa dibuat belanja mungkin adalah koin 100 yen (sekitar Rp. 10 ribu). Dibawah harga itu nyaris tidak ada barang yang bisa dibeli (bukan berarti tidak ada sama sekali lho). Tetapi bukan berarti pecahan terkecil 1 yen itu tidak ada artinya sama sekali, karena harga barang tidak selalu genap.
Biasanya ada pajak, service dan lain-lain. Misalnya harga permen 100 yen, plus pajak jadi 108 yen. Jadi di saat inilah pecahan kecil menjadi sangat penting. Kalau kita berbelanja di Jepang, kita akan selalu mendapatkan kembalian dalam jumlah yang lengkap sampai pecahan terkecil yaitu 1 yen.
Jadi kembalian berupa permen dan sejenisnya itu tidak dikenal dalam budaya mereka. Transaksi sekecil apapun walau dibayar dengan pecahan besar, wajib dilayani. Pihak pedagang yang tidak bisa menyediakan kembalian uang kecil akan dianggap tidak serius dalam berbisnis, dan tidak sopan bila menolak uang pecahan besar apalagi menyuruh pembeli untuk menggunakan pecahan lain yang lebih kecil. Di Jepang pembeli adalah tuhan.
Pentingnya fungsi uang recehan ini akan sangat terasa, bila saat menggunakan kereta api, vending machine serta bus kota. Bus kota mungkin adalah yang terpenting atau bahkan bisa jadi berakibat fatal bila melupakannya.
Walaupun di setiap bus selalu tersedia mesin penukaran uang, tapi pecahan tertinggi yang bisa diterima adalah 1000 yen, sedangkan sopir bus sama sekali tidak melayani tukar menukar uang selain lewat mesin yang telah disediakan.
http://sayasukajepang.blogspot.jp/2013/02/mata-uang-jepang.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar